PEMANFAATAN
BATOK KELAPA MENJADI LAMPU MEJA BELAJAR ANTI GLOBAL WARMING
NAMA : A. RIZKI SYAMSUL BAHRI
NIM : H41111299
JURUSAN : BIOLOGI
UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH
UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
hidayah dan pertolongannya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Berbagai
rintangan dan hambatan yang penulis alami selama penyusunan makalah ini, namun
Alhamdulillah akhirnya dengan penuh keuletan dan kesungguhan penulis, sehingga
dapat terselesaikan dengan judul, “Pemanfaatan Batok Kelapa menjadi Lampu Meja
Belajar Anti Global Warming”.
Penulis
menyadari bahwa untuk mencapai hasil yang memuaskan tidaklah mudah, karena keterbatasan
kemampuan penulis baik dari segi ilmu maupun literatur, sehingga karya ilmiah
ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang
bersifat membangun, penulis sangat harapkan untuk menuju ke arah penyempurnaan makalah
ini.
Makalah
ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, maka sepatutnya
penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada pihak-pihak tersebut yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.
Bantuan
dan pengorbanan semua pihak semoga mendapat pahala yang setimpal dari Allah
SWT, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembangunan, khususnya dalam
pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Makassar,
01 November 2011
Penuli
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL………………...………………………………….…………i
KATA
PENGANTAR………….……………………………………..……….… ii
DAFTAR
ISI ………………………..……………………………….…………...iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang…………………...………………...………………..1
1.2
Rumusan Masalah ………………………….…...…..…..……...…..
2
1.3
Tujuan …………………………………………...….....……......….
2
1.4
Manfaat ……………………………...………………..………….... 2
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Masalah Kependudukan dalam Pembagunan………………………..3
2.2
Teori-teori tentang Pertambahan Penduduk…………………………6
2.3
Sampah……………………………………………………………….7
2.4
Global Warming…………………………………………………….12
2.5
Proses Pembuatan Lampu Meja Belajar……………………………20
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………….…………………..23
3.2 Saran
……………………………………………….…….………..23
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
adalah negara berkembang, dimana penduduknya sangat padat. Kepadatan penduduk
tersebut menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan. Sehingga produksi barang
juga semakin meningkat. Peningkatan produksi barang tersebut mengakibatkan
semakin meningkatnya penggunaan barang. Dan hal tersebut memberi dampak bagi
lingkungan. Semakin menigkatnya penggunaan barang maka semakin meningkat pula
jumlah sampah yang dihasilkan.
Permasalahan
lain yang dihadapi oleh lingkungan saat ini adalah masalah global warming.
Dimana masalah ini berdampak buruk pada lingkungan. Tak hanya lingkungan, hal
ini juga berdampak buruk bagi manusia.
Dari
permasalahan di atas, maka kami tertarik untuk menciptakan sebuah alat yang
bermanfaat tak hanya bagi lingkungan, tapi juga bagi manusia. Selain itu, kami
juga ingin mengurangi sampah-sampah yang saat ini membayang-bayangi kita. Oleh
karena itu, kami ingin mencoba memanfaatkan batok kelapa menjadi lampu meja
belajar anti global warming.
Ide
ini kami peroleh dari sebuah artikel di internet. Dimana kami memuat data-data
dari artikel tersebut. Dalam artikel tersebut dibahas mengenai pemanfaatan
batok kelapa menjadi lampu meja belajar. Tapi, dalam karya tulis kami ini, kami
sedikit memodifikasi lampu tersebut. Dimana pada alat ini, kami menggunakan
lampu LED. Lampu LED inilah yang berperan sebagai anti global warming.
Dan
hingga akhirnya karya yang ingin kami ciptakan nantinya bukan seperti yang kami
temukan dalam artikel tersebut. Dikarenakan kami ingin sedikit memodifikasi
karya kami tersebut.. sehingga, judul karya tulis ini adalah pemanfaatan batok
kelapa menjadi lampu meja belajar anti global warming.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
1. Apakah
batok kelapa dapat dimanfaatkan menjadi lampu meja belajar anti global warming?
2. Bagaimana
prinsip kerja batok kelapa menjadi lampu meja belajar anti global warming?
3. Apakah
lampu meja belajar anti global warming yang terbuat dari batok kelapa dapat
bermanfaat?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui pemanfaatan batok kelapa menjadi lampu belajar anti global warming.
2. Untuk
mengetahui prinsip kerja lampu meja belajar anti global warming.
3. Untuk
mengetahui seberapa besar manfaat lampu meja belajar anti global warming dengan
bahan batok kelapa.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
dari penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut.
· Bagi
Masyarakat
Memberikan alternatif mencegah global warming
bagi lingkungan.
· Bagi
Perkembangan IPTEK
Sebagai sumbangan ide untuk memajukan
teknologi tepat guna di Indonesia.
· Bagi
Lingkungan
Membantu mengurangi sampah organik yang mencemari
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Masalah
Kependudukan dalam Pembangunan
2.1.1
Pertambahan
Penduduk
Pertambahan
penduduk adalah masalah yang dapat mempengaruhi jumlah produksi limbah di
lingkungan. Pertamabahan penduduk yang begitu cepat disebabkan oleh angka
kelahiran yang tinggi dan menurunnya angka kematian secara drastis.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah dapat menghasilkan alat-alat kedokteran
dan obat-obatan serta peningkatan sanitasi air dan lingkungan dalam waktu yang
sangat singkat telah berhasil menurunkan angka kematian dengan menyolok. Di
seluruh dunia usaha penurunan angka kematian lebih berhasil disbanding usaha
penurunan angka kelahiran.
Di
negara-negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia dan sebagian negara
di Benua Asia, proses penurunan angka kematian tidak diikuti oleh proses penurunan
angka kelahiran. Hampir semua negara yang sedang berkembang mengalami hal yang
sama. Pertamabahan penduduk yang disebabkan jumlah kelahiran dikurangi jumlah
kematian ini disebabkan pertambahan penduduk secara alami.
2.1.2
Akibat
Pertambahan Penduduk
a.
Konsep
tentang Kesejahteraan Hidup
Konsep
tentang kesejahteraan hidup mengandung segala perluasan dan pendalaman dari
kempuan-kemampuan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat yang mereka bentuk dengan tujuan memperoleh kemudahan dan kebahagiaan
dalam hidupnya sehari-hari. Sejarah kebudayaan manusia telah menunjukkan betapa
besar kemampuan manusia tersebut. Pikiran, akal dan rasa telah berhasil
memberikan kemudahan dan kebahagiaan dalam hidupnya dengan pengembangan ilmu
dan dapat dikuasai bagi kepentingannya. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia dalam arti meningkatkan mutu kehidupannya segi material dan
spiritual, diperlukan berbagai kebutuhan pokok, seperti pangan, sandang,
kesehatan, pendidikan, lingkungan yang baik, lapangan kerja, perumahan dan rasa
aman dan tentram. Dalam usaha mengetahui akibat pertumbuhan penduduk terhadap
kesejahteraan hidup manusia, perlu dilihat hubungan yang ada antara pertambahan
penduduk tersebut dengan tersedianya kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan bagi
kesejahteraan hidupnya.
Memang
tidak ada asumsi bahwa kesejahteraan dalam arti pemenuhan kebutuhan materi dan
fisik kehidupan akan menjamin adanya ketentraman dan ketenangan individu atau
harmoni yang baik dalam kehidupan bermasyarakatnya. Namun segi-segi materi dan
fisik seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja dan
sebagainya menentukan kondisi eksternal yang merupakan persyaratan pokok bagi
kemudahan dan kenikmatan hidup manusia. Tanpa adanya pemenuhan persyaratan
tersebut kemampuan manusia sebagai individu dan kelompok akan mendapat halangan
yang sangat besar. Dan segi-segi kehidupan tersebut merupakan aspirasi-aspirasi
dasar dari bangsa yang sedang membangun. Penyediaan kebutuhan kehidupan
material dan fisik tersebut sangat dipengaruhi oleh pertambahan penduduk, dan
demikian pula sebaliknya.
b.
Akibat
Pertambahan Penduduk terhadap Kebutuhannya
Pertamabahan
penduduk di Indonesia sebesar kira-kira 25 juta orang dari tahun 1970-1980
mengharuskan pemerintah Indonesia menyediakan segala kebutuhan hidupnya di
bidang pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan,
penyediaan lapangan kerja, rekreasi dan lain sebagainya. Beban yang dipikul
oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan hidup bagi semua
penduduk sungguh berat.
Pertumbuhan
penduduk yang terus menerus terjadi tanpa diimbangi oleh pertambahan produksi
dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk hidup dan akan menimbulkan
tekanan penduduk, yang absolut dan relatif.
Perwujudan
tekanan penduduk yang absolut ialah tidak cukupnya pangan, sandang, rumah,
sekolah, pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, merajalelanya tuna
wisma, suburnya tuna susila, minimnya jaminan social bagi warga negara yang
tidak mampu bekerja lagi. Tekanan penduduk yang relatif berwujud sebagai
korupsi, penyelundupan, pencurian, penipuan, penyuapan, karena sukarnya
mendapat barang-barang keperluan hidup.
Dalam
bukunya tentang “Population, Resources,
Envirounment, Issues in Human Ecology,” Paul R. Ehrlich (1972) mengemukakan
bahwa:
Akibat dari kekurangan bahan makanan
adalah bencana yang ditimbulkan oleh kelaparan dan malnutrisi. Puluhan orang
telah menderita karena kekurangan gizi ini. Anak yang menderita malnutrisi,
bukan hanya pertumbuhan otaknya yang terganggu. Pada tiga tahun pertama,
pertumbuhan anak akan terganggu.
Pada tahun pertamanya tersebut, tubuh anak akan
tumbuh 20% dari besar badan pada usia dewasanya, tetapi dalam waktu yang sama
80% dari otak pada usia dewasanya akan sudah terbentuk. Pertumbuhan otak yang
cepat ini hanya mungkin jika tersedia bahan protein yang tinggi dalam tubuh
tadi. Protein ini didapatkan kebanyakan dari telur, susu, daging, dan ikan.
Jika protein ini kurang atau tidak ada maka pertumbuhan otak akan terganggu.
Dan kekurangan ini tidak mungkin diperbaiki sesudahnya. Bahkan juga bentuk
kepala akan lebih kecil, tetapi sering rongga kepala tidak dipenuhi oleh otak.
Penelitian-penelitian
di Amerika Tengah dan Amerika Selatan telah membuktikan adanya korelasi antara
tingkat nutrisi anak dengan kemajuan pertumbuhan jasmani dan pertumbuhan
mentalnya. Dari Juni 1997 sampai 1998 Indonesia diterjang oleh krisis moneter
dan ekonomi yang parah. Merosotnya nilai rupiah sampai 80% persen terhadap
dolar Amerika telah mengakibatkan harga-harga pokok membumbung tinggi hingga
tidak terjangkau oleh daya beli rakyat. Akibatnya terjadi kekurangan gizi yang
menimpa jutaan anak balita.
Untuk
memproyeksikan akibat-akibat pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kondisi
kehidupan penduduk tersebut telah dilaksanakan satu penelitianyang sangat unik
oleh sekelompok pemuka dunia, yang terdiri dari kira-kira 85 orang dari 35
kebangsaan.kelompok ini dikenal sebagai kelompok Roma (Club of Roma).
Kemajuan
dalam pembangunan tidak dapat dilepaskan dari masalah kependudukan, sebab
sekalipun hasil produksi secara keseluruhan bertambah mungkin penduduk secara
menyeluruh tidak akan merasakannya jika tingkat perkembangan penduduk setaraf
dengan tingkat perkembangan hasil produksi. Jika dalam keadaan demikian,
terjadilah pembagian hasil yang tidak merata sehingga timbul kemunduran tingkat
hidup pada lapisan masyarakat tertentu dan kenaikan pada yang lain.
Pembangunan
selalu merupakan proses yang panjang. Pertumbuhan penduduk yang cepat akan
meniadakan sebagian besar hasil jerih payah pembangunan. Untuk mengimbangi
pertumbuhan penduduk yang cepat diperlukan pula pertumbuhan ekonomi yang cepat
untuk mempertahankan keadaan semula. Pertumbuhan dan perubahan struktur dan
mental perekonomian malahan harus lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk,
apalagi kalau diperhitungkan jenis dan kuantitas kebutuhan generasi yang akan
datang.
2.2 Teori-Teori tentang Pertambahan
Penduduk
2.2.1
Teori
Kependudukan
Thomas
Robert Malthus (1964) berpendirian bahwa:
Sebab
utama timbulnya kemiskinan dan tingkat hidup yang rendah, bukan semata karena
organisasi kemasyarakatan, akan tetapi juga oleh ketidakselarasan yang selalu
ada dan di mana-mana akan ada antara jumlah penduduk dan sandang pangan yang
tersedia.
Pendapat
itu dibuat berdasarkan dua alas an utama. Alasan tersebut antara lain sebagai
berikut.
1) Manusia
selalu memerlukan sandang pangan untuk hidupnya.
2) Nafsu
seksual antara dua jenis kelamin akan selalu ada dan tidak akan berubah
sifatnya.
2.2.2
Teori
Fisiologi atau Alam
Teori
yang menentang pendapat Malthus yang menganggap daya reproduksi manusia
merupakan suatu yang tidak akan mengalami perubahan. Tokoh teori fisiologis
adalah Sadler, DoubLEDey, Spencer, Carrey, dan dalam abad ke XX ialah Pearl dan
Gini (N. Iskandar, 1978).
Sadler
mengemukakan pendapatnya bahwa:
Adanya hubungan kebalikan antar daya
reproduksi manusia dan jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk bertambah, daya
reproduksi manusia akan berkurang, sedang jika jumlah penduduk berkurang justru
daya reproduksi manusia akan bertamabah.
Selain
itu Doubledey mengemukakan bahwa:
Kenaikan kemakmuran akan mengakibatkan
turunnya daya reproduksi manusia. Bahaya kelaparan atau bahaya kekurangan makan
yang menyebabkan banyaknya kematian akan menimbulkan reaksi manusia untuk bereproduksi
anak yang lebih besar.
Sedangkan
Spencer mengemukakan bahwa:
Makin maju manusia mengembangkan dirinya
makin banyak energi yang diperlukan untuk kemajuan itu dan makin kurang energy
yang tersedia bagi daya reproduksinya.
2.2.3
Teori
Sosial Ekonomi
Teori ini berusaha untuk
menerangkan bagaiman keadaan kemasyarakatan mempengaruhi produksi pangan dan
perkembangan penduduk. Tokoh dari teori ini adalah Nassau William Senior,
Archibad Allison, Arsene Dumont dengan teorinya mengenai “kapilaritas social,”
yakni suatu hasrat manusia untuk memperbaiki kedudukan social-ekonominya, dan
hasrat itu bersifat turun temurun.
2.2.4
Teori
Transisi Demografi
Teori
ini menghubungkan perubahan-perubahan pada jumlah penduduk dengan perkembangan
social-ekonomi masyarakat. Jika suatu masyarakat berubah dari suatu masyarakat
yang mata pencahariannya di bidang pertanian ke suatu masyarakat yang
mengutamakan industrialisasi, maka jumlah serta sifat-sifat penduduknya akan
turut berubah pula.
Teori-teori
di atas mencoba menjelaskan hubungan antara pertamabahan penduduk dengan
peningkatan mutu kehidupan manusia serta masalah kepadatan penduduk yang timbul
karena kurang adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dan persediaan
kebutuhan hidupnya.
2.3 Sampah
2.3.1
Definisi
Sampah
Menurut
kamus istilah Lingkungan (1994) disebutkan bahwa Sampah adalah bahan yang tidak
mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam
pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pemikiran manufaktur
atau materi berkelebihan atau ditolak.” Arti lain dari sampah juga dapat
ditemukan dalam Kamus Istilah lingkungan untuk Management, Ecolink (1996) yang
menyebutkan bahwa “Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
sumber hasil aktifitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai
ekonomis.
Sampah
dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a) Sampah
Organik
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan
penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari
kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diproses
alami.
b) Sampah
non organik
Sampah ini berasal dari sumber daya
alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industry.
Menurut
bentuknya sampah dapat dibagi menjadi dua yaitu sampah padat dan sampah cair.
a)
Sampah
padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah
cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik,
metal, gelas dan lain-lain.
b)
Sampah
cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan
dibuang ke tempat pembuangan sampah.
·
Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini
mengandung patogen yang berbahaya.
·
Limbah
rumah tangga:
sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah
ini mungkin mengandung patogen.
2.3.2
Usaha
Pengendalian Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu
dilakukan alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan
dapat menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan
permasalahan lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air
permukaan sekitar akibat air lindi, sudah mencapai tahap yang membahayakan
kesehatan masyarakat, khususnya dari segi sanitasi lingkungan.
Gambaran yang paling mendasar dari penerapan teknologi lahan
urug saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup
luas untuk tiap satuan volume sampah yang akan diolah. Teknologi ini memang
direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan
murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di Indonesia dapat
dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal ini,
penerapan lahan urug saniter sangatlah tidak sesuai.
Berdasarkan pertimbangan di atas,
dapat diperkirakan bahwa teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah di
atas, adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan.
Konsep utama dalam pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah reduksi volume
secara maksimum. Salah satu teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut
adalah teknologi pembakaran yang terkontrol atau insinerasi, dengan menggunakan
insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan
luas lahan yang lebih hemat, dan disertai dengan reduksi volume residu yang
tersisa ( fly ash dan bottom ash ) dibandingkan dengan volume sampah semula.
Ternyata pelaksanaan teknologi ini
justru lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa
pencemaran udara. Produk pembakaran yang terbentuk berupa gas buang COx, NOx,
SOx, partikulat, dioksin, furan, dan logam berat yang dilepaskan ke atmosfer
harus dipertimbangkan. Selain itu proses insinerator menghasilakan Dioxin yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya kanker, sistem kekebalan,
reproduksi, dan masalah pertumbuhan.
Global Anti-Incenatot Alliance
(GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan sumber utama
pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang
mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran.
Belajar dari kegagalan program
pengolahan sampah di atas, maka paradigma penanganan sampah sebagai suatu
produk yang tidak lagi bermanfaat dan cenderung untuk dibuang begitu saja harus
diubah. Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan
untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara
pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara
keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam
kerangka siklus ekologis.
2.3.3
Prinsip-Prinsip
Produksi Bersih
Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang
juga bisa diterapkan dalam keseharian, misalnya, dengan menerapkan Prinsip 4R,
yaitu:
a. Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin
lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak
kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
b. Re-use (Memakai kembali); sebisa
mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian
barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat
memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
c. Recycle (Mendaur ulang); sebisa
mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak
semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal
dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Teknologi daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah kaca, dan sampah
logam, merupakan suatu jawaban atas upaya memaksimalkan material setelah
menjadi sampah, untuk dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang material tersebut.
d. Replace ( Mengganti); teliti barang
yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai
sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya
memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong
keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam
karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
Selain itu, untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan (
sustainable development ), saat ini mulai dikembangkan penggunaan pupuk organik
yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang harganya kian
melambung. Penggunaan kompos telah terbukti mampu mempertahankan kualitas unsur
hara tanah, meningkatkan waktu retensi air dalam tanah, serta mampu memelihara
mikroorganisme alami tanah yang ikut berperan dalam proses adsorpsi humus oleh
tanaman.
Penggunaan kompos sebagai produk pengolahan sampah organik
juga harus diikuti dengan kebijakan dan strategi yang mendukung. Pemberian
insentif bagi para petani yang hendak mengaplikasikan pertanian organik dengan
menggunakan pupuk kompos, akan mendorong petani lainnya untuk menjalankan
sistem pertanian organik. Kelangkaan dan makin membubungnya harga pupuk kimia
saat ini, seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan
sistem pertanian organik.
2.3.4
Peran
Pemerintah dalam Menangani Sampah
Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan
bahwa penanganan masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh
Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan
kehidupan masyarakat dewasa ini memerlukan pergeseran pendekatan ke pendekatan
sumber dan perubahan paradigma yang pada gilirannya memerlukan adanya campur
tangan dari Pemerintah.
Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan,
pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan. Berangkat dari pengertian
pengelolaan sampah dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan
kebijakan (beleid, policy) pengelolaan sampah, dan pelaksanaan pengelolaan
sampah.
2.3.5
Pemanfaatan
Batok Kelapa
Menurut
Barly (1994:44), Indonesia merupakan negara kedua terbesar setelah Filipina
yang memiliki pertanaman kelapa. Tanaman ini tumbuh
meluas dan dapat dijumpai hampir di seluruh kepulauan. Bagi Indonesia tanaman kelapa memiliki arti strategis bila ditinjau dari segi
sosial, budaya, dan politis, karena dari areal seluas 3.175.248 hektar lebih
dari 95% atau 3.119.295 hektar merupakan kelapa rakyat
dengan melibatkan jutaan keluarga petani. Oleh karena itu, pembangunan perkelapaan
nasional dititik beratkan pada perkebunan kelapa rakyat
dengan sasaran utama pada peningkatan produktivitas dan pendapatan petani.
Salah satu
bagian pohon kelapa yang pada saat ini belum banyak
digunakan adalah tempurung kelapa
(batok) kelapa. Tempurung kelapa yang banyak dijumpai di pasar-pasar Tradisional dari
sisa pemecahan buah kelapa saat ini sebagian besar
digunakan sebagai bahan bakar, sebenarnya dapat ditingkatkan kemanfaatannya
menjadi bahan yang lebih bernilai jual. Tempurung kelapa yang telah dibersihkan dari serabutnya, sehingga
berwarna hitam mengkilat dapat menjadi ornamen yang sangat menarik. Tidak hanya
dapat digunakan sebagai perabot rumah (kompas, 19 juni 2003), tetapi dapat
ditingkatkan untuk ornamen lain. Tempurung kelapa juga bisa digunakan untuk hiasan pada lantai parket,
gasper, bingkai foto, tempat lampu, arang balok dan talam.
2.4 Global Warming
2.4.1
Pengertian
Global Warming
Pemanasan global
atau Global Warming
adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah
meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F)
selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"
melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua
akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan
yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan
suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu
disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas
rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang
berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air lautdiperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan
perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser,
dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah
mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan
bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan
bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi
perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang
harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau
untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar
pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol
Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
2.4.2
Penyebab
Global Warming
a.
Efek
Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari
Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek,
termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan
Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah
gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di
atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah
kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang
menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca.
Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak
panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk
hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin.
Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya
telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak
ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi
seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
b.
Efek
Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh
berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air.
Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2,
pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke
atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus
berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan
balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau
bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3]
Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2
memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek
penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali
radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan.
Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari
dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan.
Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada
beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut.
Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena
awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas
komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model
yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan
balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap
air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan
dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan
memantulkan cahaya (albedo)
oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub
mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es
tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air
memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan
es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan
menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi
suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4
dari melunaknya tanah beku (permafrost)
adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es
yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik
positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang
bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada
zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada
fitoplankton
yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
c.
Variasi
Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari
Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat
memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6]
Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah
meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer
sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer
bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7]
yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama
pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon
juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut
terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan
dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari
masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa
kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan
dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah
berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama
periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10]
Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat
ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan
dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari
debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11]
Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan
sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar
pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas
rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika
Serikat, Jerman
dan Swiss
menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat
"keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus
Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
"keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil
untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood
dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan
variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari
maupun variasi dalam sinar kosmis.
2.4.3
Dampak
Pemanasan Global
a. Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa
selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya
mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan
di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.
Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih
lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum
begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan
atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga
akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya
matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses
pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap
derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat
sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[22]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat
menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari
sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang
berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari
penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang
terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca
menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
b.
Peningkatan
permukaan laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut
diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga
akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi
permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama
sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air
di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 -
10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih
lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka
laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm
(40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit
pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat
air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana
yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara
miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka
laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi)
akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area
perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi
sebagian besar dari Florida
Everglades.
c.
Suhu
global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi
yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal
ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan
mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa
tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah
pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat
menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi
sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam.
Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang
lebih hebat.
d.
Gangguan
ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk
hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan
telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk
bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah
pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan
manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke
utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian
mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat
berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
e.
Dampak
sosial dan politik
Perubahan
cuaca dan lautan
dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat
stroke) dan
kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga
akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air
laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit,
dan lain-lain. Pergeseran ekosistem
dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne
diseases) maupun
penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam
Berdarah karena
munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang
biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor
penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten
terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu
bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan
terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal
ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak
kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang /
kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu). Gradasi
Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula
dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol
selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan
seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis,
dan lain-lain.
2.5 Proses
Pembuatan Lampu Meja Belajar Anti Global Warming
2.5.1
Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat dan bahan yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Alat dan bahan
|
Kegunaan
|
Batok kelapa
|
sebagai
tempat lampu
|
Papan PCB
|
sebagai stand lampu
|
Gergaji besi
|
memotong
papan PCB
|
solder
|
untuk melelhkan timah
|
timah
|
melengketkan
lampu pada papan PCB
|
lampu LED
|
sebagai lampu anti global warming
|
selang elastis
|
penutup
kabel tunggal
|
kabel tunggal
|
sebagai tiang lampu hias dan
sebagai aliran listrik
|
kabel serabut
|
sebagai
penghantar listrik
|
trafo CT 6 Volt
|
untuk menurunkan tegangan 220 Volt
ke 6 Volt
|
dioda jembatan
|
mengarahkan
DC ke AC
|
saklar
|
menghidupkan dan mematikan lampu
|
aluminium foil
|
untuk
pantulan cahaya lampu
|
isolasi
|
sebagai alat penyambung kabel satu
dengan yang lain
|
botol aqua
|
untuk
menutupi kabel tunggal dengan batok kelapa
|
lem
|
sebagai perekat papan PCB terhadap
batok kelapa
|
2.5.2
Prosedur Kerja
Adapun langkah kerja yang kami lakukan adalah
sebagai berikut.
a. Menyiapkan
alat dan bahan yang diperlukan
b. Membelah
batok kelapa menjadi dua bagian
c. Mengeluarkan
isi batok kelapa
d. Menghaluskan
batok kelapa dengan amplas
e. Menyatukan
kabel-kabel tunggal sehingga menjadi Satu
f. Memasang
lampu LED pada papan PCB
g. Memasukkan
kabel yang telah disatukan ke dalam selang elastic
h. Pada
bagian dalam batok kelapa dilapisi dengan aluminium voil
i.
Menyatukan batok kelapa dengan kabel
tunggal tersebut
j.
Mensolder papan PCB
k. Memasang
trafo dan saklar pada bagian bawah lampu
l.
Menutupi bagian bawah lampu dengan gabus
m. Menyambung
papan PCB yang telah disolder dengan batok kelapa
n. Memberi
warna dengan menggunakan piloks pada lampu meja belajar tersebut.
Dewasa
ini, permasalahan yang ada di lingkungan sekitar kita semakin banyak. Salah
satunya adalah masalah pertambahan penduduk. Kepadatan penduduk tersebut
menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan. Sehingga produksi barang juga
semakin meningkat. Peningkatan produksi barang tersebut mengakibatkan semakin
meningkatnya penggunaan barang. Dan hal tersebut memberi dampak bagi
lingkungan. Semakin menigkatnya penggunaan barang maka semakin meningkat pula
jumlah sampah yang mencemari lingkungan.
Salah
satu sampah yang diabaikan oleh masyarakat adalah batok kelapa. Kebanyakan
masyarakat hanya menggunakan isi dari kelapa tersebut dan membuang batok
kelapanya. Hal itu menyebabkan semakin meningkatnya volume sampah yang mecemari
lingkungan.
Selain
itu, masalah lingkungan yang kini juga dirasakan dampaknya oleh masyarakat
adalah global warming. Global warming menyebabkan iklim mulai tidak stabil,
peningkatan permukaan laut, suhu global cenderung meningkat, gangguan
ekologis,serta dampak social dan politik.
Dari
beberapa permasalahan itulah kami ingin berpikir kritis untuk menyelamatkan
bumi ini dengan menciptakan sebuah lampu meja belajar yang dapat bermanfaat
serta mengurangi volume sampah dan menekan global warming.
Kami
menggunakan batok kelapa bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah yang
mencemari lingkungan sekitar kita. Sedangkan untuk mengurangi global warming, kami
menggunakan lampu LED. Lampu LED memiliki banyak keunggulan dibanding
lampu-lampu lainnya. Keunggulannya adalah menekan pemanasan global, mengurangi
emisi karbon, hemat energy, daya tahan lebih lama, tidak mudah pecah, tidak
menghasilkan panas sehingga dapat menghemat AC (air conditioning).
Dengan
menggabungkan ide-ide kreatif, kami mampu menciptakan lampu meja belajar anti
global warming dari bahan batok kelapa. Lampu yang awalnya terbuat dari sampah
ini sekarang telah menjadi lampu yang bernilai ekonomis dan ramah lingkungan.
Prinsip
kerja lampu yang telah kami buat pada dasarnya sama dengan lampu meja belajar
pada umumnya. Akan tetapi, ada yang membedakan dari lampu-lampu yang lain.
Lampu meja belajar anti global warming ini menggunakan lampu LED yang mempunyai
beberapa keunggulan, yaitu menekan pemanasan global, mengurangi emisi karbon,
hemat energy, daya tahan lebih lama, tidak mudah pecah, tidak menghasilkan
panas sehingga dapat menghemat AC (air conditioning).
Lampu
meja belajar anti global warming dari batok kelapa ini dapat dimanfaatkan bukan
hanya sebagai lampu anti global warming saja. Akan tetapi, lampu meja belajar
ini juga bisa menghemat energy dan sebagai hiasan meja belajar.
BAB
III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian kami, maka kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut.
a. Batok
kelapa dapat dimanfaatkan menjadi lampu meja belajar anti global warming.
b. Prinsip
kerja dari lampu meja belajar ini sama dengan lampu meja belajar pada umumnya.
Akan tetapi, ada yang membedakan dari lampu-lampu yang lain. Lampu meja belajar
anti global warming ini menggunakan lampu LED yang mempunyai beberapa
keunggulan, yaitu menekan pemanasan global, mengurangi emisi karbon, hemat
energy, daya tahan lebih lama, tidak mudah pecah, tidak menghasilkan panas
sehingga dapat menghemat AC (air conditioning).
c. Lampu
meja belajar anti global warming dari batok kelapa ini dapat dimanfaatkan bukan
hanya sebagai lampu anti global warming saja. Akan tetapi, lampu meja belajar
ini juga bisa menghemat energy dan sebagai hiasan meja belajar.
5.2 Saran
1. Sebaiknya
setiap individu di dunia senantiasa berpikir kritis untuk menyelamatkan
lingkungan.
2. Sebaiknya
masyarakan bisa memanfaatkan sampah organic dan anorganik menjadi barang-barang
yang bernilai tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar