Laman Menu

Jumat, 08 Juni 2012

KARYA ILMIAH


PEMANFAATAN BATOK KELAPA MENJADI LAMPU MEJA BELAJAR ANTI GLOBAL WARMING


NAMA           : A. RIZKI SYAMSUL BAHRI
NIM                : H41111299
JURUSAN      : BIOLOGI



UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan hidayah dan pertolongannya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Berbagai rintangan dan hambatan yang penulis alami selama penyusunan makalah ini, namun Alhamdulillah akhirnya dengan penuh keuletan dan kesungguhan penulis, sehingga dapat terselesaikan dengan judul, “Pemanfaatan Batok Kelapa menjadi Lampu Meja Belajar Anti Global Warming”.
Penulis menyadari bahwa untuk mencapai hasil yang memuaskan tidaklah mudah, karena keterbatasan kemampuan penulis baik dari segi ilmu maupun literatur, sehingga karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun, penulis sangat harapkan untuk menuju ke arah penyempurnaan makalah ini.
Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, maka sepatutnya penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak tersebut yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.
Bantuan dan pengorbanan semua pihak semoga mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembangunan, khususnya dalam pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.


Makassar, 01 November  2011


Penuli
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………...………………………………….…………i
KATA PENGANTAR………….……………………………………..……….… ii
DAFTAR ISI ………………………..……………………………….…………...iii
BAB I    PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang…………………...………………...………………..1
1.2  Rumusan Masalah ………………………….…...…..…..……...….. 2
1.3  Tujuan …………………………………………...….....……......…. 2
1.4  Manfaat ……………………………...………………..………….... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masalah Kependudukan dalam Pembagunan………………………..3
2.2 Teori-teori tentang Pertambahan Penduduk…………………………6
2.3 Sampah……………………………………………………………….7
2.4 Global Warming…………………………………………………….12
2.5 Proses Pembuatan Lampu Meja Belajar……………………………20
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan…………………………………….…………………..23
3.2  Saran ……………………………………………….…….………..23
DAFTAR PUSTAKA 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia adalah negara berkembang, dimana penduduknya sangat padat. Kepadatan penduduk tersebut menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan. Sehingga produksi barang juga semakin meningkat. Peningkatan produksi barang tersebut mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan barang. Dan hal tersebut memberi dampak bagi lingkungan. Semakin menigkatnya penggunaan barang maka semakin meningkat pula jumlah sampah yang dihasilkan.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh lingkungan saat ini adalah masalah global warming. Dimana masalah ini berdampak buruk pada lingkungan. Tak hanya lingkungan, hal ini juga berdampak buruk bagi manusia.
Dari permasalahan di atas, maka kami tertarik untuk menciptakan sebuah alat yang bermanfaat tak hanya bagi lingkungan, tapi juga bagi manusia. Selain itu, kami juga ingin mengurangi sampah-sampah yang saat ini membayang-bayangi kita. Oleh karena itu, kami ingin mencoba memanfaatkan batok kelapa menjadi lampu meja belajar anti global warming.
Ide ini kami peroleh dari sebuah artikel di internet. Dimana kami memuat data-data dari artikel tersebut. Dalam artikel tersebut dibahas mengenai pemanfaatan batok kelapa menjadi lampu meja belajar. Tapi, dalam karya tulis kami ini, kami sedikit memodifikasi lampu tersebut. Dimana pada alat ini, kami menggunakan lampu LED. Lampu LED inilah yang berperan sebagai anti global warming.
Dan hingga akhirnya karya yang ingin kami ciptakan nantinya bukan seperti yang kami temukan dalam artikel tersebut. Dikarenakan kami ingin sedikit memodifikasi karya kami tersebut.. sehingga, judul karya tulis ini adalah pemanfaatan batok kelapa menjadi lampu meja belajar anti global warming.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
1.    Apakah batok kelapa dapat dimanfaatkan menjadi lampu meja belajar anti global warming?
2.    Bagaimana prinsip kerja batok kelapa menjadi lampu meja belajar anti global warming?
3.    Apakah lampu meja belajar anti global warming yang terbuat dari batok kelapa dapat bermanfaat?

1.3  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut.
1.    Untuk mengetahui pemanfaatan batok kelapa menjadi lampu belajar anti global warming.
2.    Untuk mengetahui prinsip kerja lampu meja belajar anti global warming.
3.    Untuk mengetahui seberapa besar manfaat lampu meja belajar anti global warming dengan bahan batok kelapa.

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut.
·      Bagi Masyarakat
Memberikan alternatif mencegah global warming bagi lingkungan.
·      Bagi Perkembangan IPTEK
Sebagai sumbangan ide untuk memajukan teknologi tepat guna di Indonesia.
·      Bagi Lingkungan
Membantu mengurangi sampah organik yang mencemari lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Masalah Kependudukan dalam Pembangunan
2.1.1        Pertambahan Penduduk
Pertambahan penduduk adalah masalah yang dapat mempengaruhi jumlah produksi limbah di lingkungan. Pertamabahan penduduk yang begitu cepat disebabkan oleh angka kelahiran yang tinggi dan menurunnya angka kematian secara drastis.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah dapat menghasilkan alat-alat kedokteran dan obat-obatan serta peningkatan sanitasi air dan lingkungan dalam waktu yang sangat singkat telah berhasil menurunkan angka kematian dengan menyolok. Di seluruh dunia usaha penurunan angka kematian lebih berhasil disbanding usaha penurunan angka kelahiran.
Di negara-negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia dan sebagian negara di Benua Asia, proses penurunan angka kematian tidak diikuti oleh proses penurunan angka kelahiran. Hampir semua negara yang sedang berkembang mengalami hal yang sama. Pertamabahan penduduk yang disebabkan jumlah kelahiran dikurangi jumlah kematian ini disebabkan pertambahan penduduk secara alami.
2.1.2        Akibat Pertambahan Penduduk
a.    Konsep tentang Kesejahteraan Hidup
Konsep tentang kesejahteraan hidup mengandung segala perluasan dan pendalaman dari kempuan-kemampuan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat yang mereka bentuk dengan tujuan memperoleh kemudahan dan kebahagiaan dalam hidupnya sehari-hari. Sejarah kebudayaan manusia telah menunjukkan betapa besar kemampuan manusia tersebut. Pikiran, akal dan rasa telah berhasil memberikan kemudahan dan kebahagiaan dalam hidupnya dengan pengembangan ilmu dan dapat dikuasai bagi kepentingannya. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dalam arti meningkatkan mutu kehidupannya segi material dan spiritual, diperlukan berbagai kebutuhan pokok, seperti pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, lingkungan yang baik, lapangan kerja, perumahan dan rasa aman dan tentram. Dalam usaha mengetahui akibat pertumbuhan penduduk terhadap kesejahteraan hidup manusia, perlu dilihat hubungan yang ada antara pertambahan penduduk tersebut dengan tersedianya kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan bagi kesejahteraan hidupnya.
Memang tidak ada asumsi bahwa kesejahteraan dalam arti pemenuhan kebutuhan materi dan fisik kehidupan akan menjamin adanya ketentraman dan ketenangan individu atau harmoni yang baik dalam kehidupan bermasyarakatnya. Namun segi-segi materi dan fisik seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja dan sebagainya menentukan kondisi eksternal yang merupakan persyaratan pokok bagi kemudahan dan kenikmatan hidup manusia. Tanpa adanya pemenuhan persyaratan tersebut kemampuan manusia sebagai individu dan kelompok akan mendapat halangan yang sangat besar. Dan segi-segi kehidupan tersebut merupakan aspirasi-aspirasi dasar dari bangsa yang sedang membangun. Penyediaan kebutuhan kehidupan material dan fisik tersebut sangat dipengaruhi oleh pertambahan penduduk, dan demikian pula sebaliknya.

b.   Akibat Pertambahan Penduduk terhadap Kebutuhannya
Pertamabahan penduduk di Indonesia sebesar kira-kira 25 juta orang dari tahun 1970-1980 mengharuskan pemerintah Indonesia menyediakan segala kebutuhan hidupnya di bidang pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan lapangan kerja, rekreasi dan lain sebagainya. Beban yang dipikul oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan hidup bagi semua penduduk sungguh berat.
Pertumbuhan penduduk yang terus menerus terjadi tanpa diimbangi oleh pertambahan produksi dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk hidup dan akan menimbulkan tekanan penduduk, yang absolut dan relatif.
Perwujudan tekanan penduduk yang absolut ialah tidak cukupnya pangan, sandang, rumah, sekolah, pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, merajalelanya tuna wisma, suburnya tuna susila, minimnya jaminan social bagi warga negara yang tidak mampu bekerja lagi. Tekanan penduduk yang relatif berwujud sebagai korupsi, penyelundupan, pencurian, penipuan, penyuapan, karena sukarnya mendapat barang-barang keperluan hidup.
Dalam bukunya tentang “Population, Resources, Envirounment, Issues in Human Ecology,” Paul R. Ehrlich (1972) mengemukakan bahwa:
Akibat dari kekurangan bahan makanan adalah bencana yang ditimbulkan oleh kelaparan dan malnutrisi. Puluhan orang telah menderita karena kekurangan gizi ini. Anak yang menderita malnutrisi, bukan hanya pertumbuhan otaknya yang terganggu. Pada tiga tahun pertama, pertumbuhan anak akan terganggu.
Pada tahun pertamanya tersebut, tubuh anak akan tumbuh 20% dari besar badan pada usia dewasanya, tetapi dalam waktu yang sama 80% dari otak pada usia dewasanya akan sudah terbentuk. Pertumbuhan otak yang cepat ini hanya mungkin jika tersedia bahan protein yang tinggi dalam tubuh tadi. Protein ini didapatkan kebanyakan dari telur, susu, daging, dan ikan. Jika protein ini kurang atau tidak ada maka pertumbuhan otak akan terganggu. Dan kekurangan ini tidak mungkin diperbaiki sesudahnya. Bahkan juga bentuk kepala akan lebih kecil, tetapi sering rongga kepala tidak dipenuhi oleh otak.
Penelitian-penelitian di Amerika Tengah dan Amerika Selatan telah membuktikan adanya korelasi antara tingkat nutrisi anak dengan kemajuan pertumbuhan jasmani dan pertumbuhan mentalnya. Dari Juni 1997 sampai 1998 Indonesia diterjang oleh krisis moneter dan ekonomi yang parah. Merosotnya nilai rupiah sampai 80% persen terhadap dolar Amerika telah mengakibatkan harga-harga pokok membumbung tinggi hingga tidak terjangkau oleh daya beli rakyat. Akibatnya terjadi kekurangan gizi yang menimpa jutaan anak balita.
Untuk memproyeksikan akibat-akibat pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kondisi kehidupan penduduk tersebut telah dilaksanakan satu penelitianyang sangat unik oleh sekelompok pemuka dunia, yang terdiri dari kira-kira 85 orang dari 35 kebangsaan.kelompok ini dikenal sebagai kelompok Roma (Club of Roma).
Kemajuan dalam pembangunan tidak dapat dilepaskan dari masalah kependudukan, sebab sekalipun hasil produksi secara keseluruhan bertambah mungkin penduduk secara menyeluruh tidak akan merasakannya jika tingkat perkembangan penduduk setaraf dengan tingkat perkembangan hasil produksi. Jika dalam keadaan demikian, terjadilah pembagian hasil yang tidak merata sehingga timbul kemunduran tingkat hidup pada lapisan masyarakat tertentu dan kenaikan pada yang lain.
Pembangunan selalu merupakan proses yang panjang. Pertumbuhan penduduk yang cepat akan meniadakan sebagian besar hasil jerih payah pembangunan. Untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk yang cepat diperlukan pula pertumbuhan ekonomi yang cepat untuk mempertahankan keadaan semula. Pertumbuhan dan perubahan struktur dan mental perekonomian malahan harus lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk, apalagi kalau diperhitungkan jenis dan kuantitas kebutuhan generasi yang akan datang.
2.2  Teori-Teori tentang Pertambahan Penduduk
2.2.1        Teori Kependudukan
Thomas Robert Malthus (1964) berpendirian bahwa:
Sebab utama timbulnya kemiskinan dan tingkat hidup yang rendah, bukan semata karena organisasi kemasyarakatan, akan tetapi juga oleh ketidakselarasan yang selalu ada dan di mana-mana akan ada antara jumlah penduduk dan sandang pangan yang tersedia.

Pendapat itu dibuat berdasarkan dua alas an utama. Alasan tersebut antara lain sebagai berikut.
1)   Manusia selalu memerlukan sandang pangan untuk hidupnya.
2)   Nafsu seksual antara dua jenis kelamin akan selalu ada dan tidak akan berubah sifatnya.
2.2.2        Teori Fisiologi atau Alam
Teori yang menentang pendapat Malthus yang menganggap daya reproduksi manusia merupakan suatu yang tidak akan mengalami perubahan. Tokoh teori fisiologis adalah Sadler, DoubLEDey, Spencer, Carrey, dan dalam abad ke XX ialah Pearl dan Gini (N. Iskandar, 1978).
Sadler mengemukakan pendapatnya bahwa:
Adanya hubungan kebalikan antar daya reproduksi manusia dan jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk bertambah, daya reproduksi manusia akan berkurang, sedang jika jumlah penduduk berkurang justru daya reproduksi manusia akan bertamabah.

Selain itu Doubledey mengemukakan bahwa:
Kenaikan kemakmuran akan mengakibatkan turunnya daya reproduksi manusia. Bahaya kelaparan atau bahaya kekurangan makan yang menyebabkan banyaknya kematian akan menimbulkan reaksi manusia untuk bereproduksi anak yang lebih besar.

Sedangkan Spencer mengemukakan bahwa:
Makin maju manusia mengembangkan dirinya makin banyak energi yang diperlukan untuk kemajuan itu dan makin kurang energy yang tersedia bagi daya reproduksinya.

2.2.3        Teori Sosial Ekonomi
Teori ini berusaha untuk menerangkan bagaiman keadaan kemasyarakatan mempengaruhi produksi pangan dan perkembangan penduduk. Tokoh dari teori ini adalah Nassau William Senior, Archibad Allison, Arsene Dumont dengan teorinya mengenai “kapilaritas social,” yakni suatu hasrat manusia untuk memperbaiki kedudukan social-ekonominya, dan hasrat itu bersifat turun temurun.
2.2.4        Teori Transisi Demografi
Teori ini menghubungkan perubahan-perubahan pada jumlah penduduk dengan perkembangan social-ekonomi masyarakat. Jika suatu masyarakat berubah dari suatu masyarakat yang mata pencahariannya di bidang pertanian ke suatu masyarakat yang mengutamakan industrialisasi, maka jumlah serta sifat-sifat penduduknya akan turut berubah pula.
Teori-teori di atas mencoba menjelaskan hubungan antara pertamabahan penduduk dengan peningkatan mutu kehidupan manusia serta masalah kepadatan penduduk yang timbul karena kurang adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dan persediaan kebutuhan hidupnya.
2.3  Sampah
2.3.1        Definisi Sampah
Menurut kamus istilah Lingkungan (1994) disebutkan bahwa Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pemikiran manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak.” Arti lain dari sampah juga dapat ditemukan dalam Kamus Istilah lingkungan untuk Management, Ecolink (1996) yang menyebutkan bahwa “Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Sampah dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a)    Sampah Organik
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diproses alami.
b)   Sampah non organik
Sampah ini berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industry.
Menurut bentuknya sampah dapat dibagi menjadi dua yaitu sampah padat dan sampah cair.
a)    Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain.
b)    Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
·       Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.
·       Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.

2.3.2        Usaha Pengendalian Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan permasalahan lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar akibat air lindi, sudah mencapai tahap yang membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya dari segi sanitasi lingkungan.
Gambaran yang paling mendasar dari penerapan teknologi lahan urug saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas untuk tiap satuan volume sampah yang akan diolah. Teknologi ini memang direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di Indonesia dapat dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal ini, penerapan lahan urug saniter sangatlah tidak sesuai.
Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat diperkirakan bahwa teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah di atas, adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan. Konsep utama dalam pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah reduksi volume secara maksimum. Salah satu teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah teknologi pembakaran yang terkontrol atau insinerasi, dengan menggunakan insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat, dan disertai dengan reduksi volume residu yang tersisa ( fly ash dan bottom ash ) dibandingkan dengan volume sampah semula.
Ternyata pelaksanaan teknologi ini justru lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran udara. Produk pembakaran yang terbentuk berupa gas buang COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin, furan, dan logam berat yang dilepaskan ke atmosfer harus dipertimbangkan. Selain itu proses insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya kanker, sistem kekebalan, reproduksi, dan masalah pertumbuhan.
Global Anti-Incenatot Alliance (GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan sumber utama pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran.
Belajar dari kegagalan program pengolahan sampah di atas, maka paradigma penanganan sampah sebagai suatu produk yang tidak lagi bermanfaat dan cenderung untuk dibuang begitu saja harus diubah. Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis.

2.3.3        Prinsip-Prinsip Produksi Bersih
Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian, misalnya, dengan menerapkan Prinsip 4R, yaitu:
a.     Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
b.    Re-use (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
c.     Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Teknologi daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah kaca, dan sampah logam, merupakan suatu jawaban atas upaya memaksimalkan material setelah menjadi sampah, untuk dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang material tersebut.
d.    Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
Selain itu, untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan ( sustainable development ), saat ini mulai dikembangkan penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang harganya kian melambung. Penggunaan kompos telah terbukti mampu mempertahankan kualitas unsur hara tanah, meningkatkan waktu retensi air dalam tanah, serta mampu memelihara mikroorganisme alami tanah yang ikut berperan dalam proses adsorpsi humus oleh tanaman.
Penggunaan kompos sebagai produk pengolahan sampah organik juga harus diikuti dengan kebijakan dan strategi yang mendukung. Pemberian insentif bagi para petani yang hendak mengaplikasikan pertanian organik dengan menggunakan pupuk kompos, akan mendorong petani lainnya untuk menjalankan sistem pertanian organik. Kelangkaan dan makin membubungnya harga pupuk kimia saat ini, seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan sistem pertanian organik.

2.3.4        Peran Pemerintah dalam Menangani Sampah
Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan bahwa penanganan masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat dewasa ini memerlukan pergeseran pendekatan ke pendekatan sumber dan perubahan paradigma yang pada gilirannya memerlukan adanya campur tangan dari Pemerintah.
Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan. Berangkat dari pengertian pengelolaan sampah dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan kebijakan (beleid, policy) pengelolaan sampah, dan pelaksanaan pengelolaan sampah.

2.3.5        Pemanfaatan Batok Kelapa
Menurut Barly (1994:44), Indonesia merupakan negara kedua terbesar setelah Filipina yang memiliki pertanaman kelapa. Tanaman ini tumbuh meluas dan dapat dijumpai hampir di seluruh kepulauan. Bagi Indonesia tanaman kelapa memiliki arti strategis bila ditinjau dari segi sosial, budaya, dan politis, karena dari areal seluas 3.175.248 hektar lebih dari 95% atau 3.119.295 hektar merupakan kelapa rakyat dengan melibatkan jutaan keluarga petani. Oleh karena itu, pembangunan perkelapaan nasional dititik beratkan pada perkebunan kelapa rakyat dengan sasaran utama pada peningkatan produktivitas dan pendapatan petani.
Salah satu bagian pohon kelapa yang pada saat ini belum banyak digunakan adalah tempurung kelapa (batok) kelapa. Tempurung kelapa yang banyak dijumpai di pasar-pasar Tradisional dari sisa pemecahan buah kelapa saat ini sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar, sebenarnya dapat ditingkatkan kemanfaatannya menjadi bahan yang lebih bernilai jual. Tempurung kelapa yang telah dibersihkan dari serabutnya, sehingga berwarna hitam mengkilat dapat menjadi ornamen yang sangat menarik. Tidak hanya dapat digunakan sebagai perabot rumah (kompas, 19 juni 2003), tetapi dapat ditingkatkan untuk ornamen lain. Tempurung kelapa juga bisa digunakan untuk hiasan pada lantai parket, gasper, bingkai foto, tempat lampu, arang balok dan talam.
2.4  Global Warming
2.4.1        Pengertian Global Warming
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air lautdiperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

2.4.2        Penyebab Global Warming
a.      Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
b.      Efek Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

c.       Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
2.4.3        Dampak Pemanasan Global
a.      Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[22]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
b.      Peningkatan permukaan laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

c.    Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
d.   Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
e.    Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu). Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.

2.5  Proses Pembuatan Lampu Meja Belajar Anti Global Warming
2.5.1        Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat dan bahan yang digunakan  adalah sebagai berikut:
Alat dan bahan
Kegunaan
Batok kelapa
sebagai tempat lampu
Papan PCB
sebagai stand lampu
Gergaji besi
memotong papan PCB
solder
untuk melelhkan timah
timah
melengketkan lampu pada papan PCB
lampu LED
sebagai lampu anti global warming
selang elastis
penutup kabel tunggal
kabel tunggal
sebagai tiang lampu hias dan sebagai aliran listrik
kabel serabut
sebagai penghantar listrik
trafo CT 6 Volt
untuk menurunkan tegangan 220 Volt ke 6 Volt
dioda jembatan
mengarahkan DC ke AC
saklar
menghidupkan dan mematikan lampu
aluminium foil
untuk pantulan cahaya lampu
isolasi
sebagai alat penyambung kabel satu dengan yang lain
botol aqua
untuk menutupi kabel tunggal dengan batok kelapa
lem
sebagai perekat papan PCB terhadap batok kelapa

2.5.2        Prosedur Kerja
Adapun  langkah kerja yang kami lakukan adalah sebagai berikut.
a.       Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
b.      Membelah batok kelapa menjadi dua bagian
c.       Mengeluarkan isi batok kelapa
d.      Menghaluskan batok kelapa dengan amplas
e.       Menyatukan kabel-kabel tunggal sehingga menjadi Satu
f.       Memasang lampu LED pada papan PCB
g.      Memasukkan kabel yang telah disatukan ke dalam selang elastic
h.      Pada bagian dalam batok kelapa dilapisi dengan aluminium voil
i.        Menyatukan batok kelapa dengan kabel tunggal tersebut
j.        Mensolder papan PCB
k.      Memasang trafo dan saklar pada bagian bawah lampu
l.        Menutupi bagian bawah lampu dengan gabus
m.    Menyambung papan PCB yang telah disolder dengan batok kelapa
n.      Memberi warna dengan menggunakan piloks pada lampu meja belajar tersebut.

Dewasa ini, permasalahan yang ada di lingkungan sekitar kita semakin banyak. Salah satunya adalah masalah pertambahan penduduk. Kepadatan penduduk tersebut menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan. Sehingga produksi barang juga semakin meningkat. Peningkatan produksi barang tersebut mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan barang. Dan hal tersebut memberi dampak bagi lingkungan. Semakin menigkatnya penggunaan barang maka semakin meningkat pula jumlah sampah yang mencemari lingkungan.
Salah satu sampah yang diabaikan oleh masyarakat adalah batok kelapa. Kebanyakan masyarakat hanya menggunakan isi dari kelapa tersebut dan membuang batok kelapanya. Hal itu menyebabkan semakin meningkatnya volume sampah yang mecemari lingkungan.
Selain itu, masalah lingkungan yang kini juga dirasakan dampaknya oleh masyarakat adalah global warming. Global warming menyebabkan iklim mulai tidak stabil, peningkatan permukaan laut, suhu global cenderung meningkat, gangguan ekologis,serta dampak social dan politik.
Dari beberapa permasalahan itulah kami ingin berpikir kritis untuk menyelamatkan bumi ini dengan menciptakan sebuah lampu meja belajar yang dapat bermanfaat serta mengurangi volume sampah dan menekan global warming.
Kami menggunakan batok kelapa bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah yang mencemari lingkungan sekitar kita. Sedangkan untuk mengurangi global warming, kami menggunakan lampu LED. Lampu LED memiliki banyak keunggulan dibanding lampu-lampu lainnya. Keunggulannya adalah menekan pemanasan global, mengurangi emisi karbon, hemat energy, daya tahan lebih lama, tidak mudah pecah, tidak menghasilkan panas sehingga dapat menghemat AC (air conditioning).
Dengan menggabungkan ide-ide kreatif, kami mampu menciptakan lampu meja belajar anti global warming dari bahan batok kelapa. Lampu yang awalnya terbuat dari sampah ini sekarang telah menjadi lampu yang bernilai ekonomis dan ramah lingkungan.
Prinsip kerja lampu yang telah kami buat pada dasarnya sama dengan lampu meja belajar pada umumnya. Akan tetapi, ada yang membedakan dari lampu-lampu yang lain. Lampu meja belajar anti global warming ini menggunakan lampu LED yang mempunyai beberapa keunggulan, yaitu menekan pemanasan global, mengurangi emisi karbon, hemat energy, daya tahan lebih lama, tidak mudah pecah, tidak menghasilkan panas sehingga dapat menghemat AC (air conditioning).
Lampu meja belajar anti global warming dari batok kelapa ini dapat dimanfaatkan bukan hanya sebagai lampu anti global warming saja. Akan tetapi, lampu meja belajar ini juga bisa menghemat energy dan sebagai hiasan meja belajar.
BAB III
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kami, maka kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut.
a.     Batok kelapa dapat dimanfaatkan menjadi lampu meja belajar anti global warming.
b.    Prinsip kerja dari lampu meja belajar ini sama dengan lampu meja belajar pada umumnya. Akan tetapi, ada yang membedakan dari lampu-lampu yang lain. Lampu meja belajar anti global warming ini menggunakan lampu LED yang mempunyai beberapa keunggulan, yaitu menekan pemanasan global, mengurangi emisi karbon, hemat energy, daya tahan lebih lama, tidak mudah pecah, tidak menghasilkan panas sehingga dapat menghemat AC (air conditioning).
c.    Lampu meja belajar anti global warming dari batok kelapa ini dapat dimanfaatkan bukan hanya sebagai lampu anti global warming saja. Akan tetapi, lampu meja belajar ini juga bisa menghemat energy dan sebagai hiasan meja belajar.

5.2  Saran
1.      Sebaiknya setiap individu di dunia senantiasa berpikir kritis untuk menyelamatkan lingkungan.
2.      Sebaiknya masyarakan bisa memanfaatkan sampah organic dan anorganik menjadi barang-barang yang bernilai tinggi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar